Mengenal Perayaan Imlek di Indonesia (2): Pelarangan, Akulturasi Budaya, dan Libur Nasional
Masuknya budaya Tionghoa di Indonesia melewati masa-masa yang terbilang tak mudah. Asal usul Tahun Baru Imlek di Indonesia itu sendiri nyatanya sulit terlacak sejarahnya karena dikaburkan oleh waktu. Komunitas Tionghoa mengalami hal terburuk selama era kolonial. Pada tahun 1740, Belanda melakukan pembantaian massal untuk membersihkan Batavia secara etnis. Peristiwa ini dikenal sebagai “Chinezenmoord” atau “Pembunuhan Cina,” yang mengakibatkan kematian lebih dari 10.000 orang.
Orang Tionghoa Indonesia juga mengalami pembatasan budaya selama pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942-1945. Ada 100 pengusaha batik keturunan Tionghoa di Pekalongan, Jawa Tengah – kota yang masih terkenal sebagai salah satu sentra batik Indonesia. Penjajah Jepang memaksa para pembuat batik tersebut untuk memproduksi “Batik Hokokai” menggunakan pola yang mencakup kupu-kupu besar dan bunga, yang dianggap sangat Jepang.
Presiden Sukarno merupakan presiden pertama Indonesia yang memperkenalkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional. Sukarno mengeluarkan peraturan pada tahun 1946 yang menyatakan Tahun Baru Imlek, kelahiran dan kematian Konfusius, dan Ceng Beng (Hari Peringatan Cina) sebagai hari libur nasional.
Namun kemudian pada masa rezim Orde Baru, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967, yang membatasi perayaan Tahun Baru Imlek di kuil-kuil dan rumah-rumah pribadi. Dekorasi harus disimpan di dalam, sementara pertunjukan budaya, seperti barongsai (barongsai) dan wayang potehi (boneka sarung tangan), hanya diizinkan untuk ditampilkan di ruang tertutup untuk anggota komunitas Tionghoa. Bahkan pemerintah pada masa itu mewajibkan masyarakat keturunan Tionghoa mengganti namanya menjadi bahasa Indonesia. Upaya tersebut dilakukan sebagai bentuk asimilasi orang Tionghoa Indonesia ke dalam budaya pribumi.
Imlek kembali menjadi perayaan yang diizinkan Ketika presiden keempat Indonesia, Abdurrahman “Gus Dur” Wahid menghilangkan “Kebijakan Asimilasi” Soeharto, dan mengizinkan orang Tionghoa Indonesia merayakan hari penting mereka, serta bebas mengekspresikan budaya mereka. Kemudian, Presiden Megawati Soekarnoputri yang menggantikannya mengubah hari Imlek menjadi hari libur nasional pada 2003.
Tahun Baru Imlek di Indonesia memang memiliki sejarah yang cukup panjang dan penuh lika-liku. Yang jelas kini kita bisa melihat berbagai tradisi dan ritual yang dilakukan keluara Tionghoa saat Tahun Baru Imlek berlangsung.
Di Singkawang, kita mungkin mengenal “Pawai Tatung Singkawang”. Tatung berasal dari Bahasa Hakka yang berarti orang yang dirasuki roh leluhur, dewa, atau kekuatan supranatural. Dalam pawai tersebut para tatung unjuk atraksi kekebalan dengan dimeriahkan paade barongsai, pawai lampion, dan acara lainnya hingga perayaan Cap Go Meh.
Akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa juga terjadi dalam acara “Grebek Sudiro” yang digelar sebelum perayaan Imlek. Tokoh masyarakat seperti Oei Bengki, Sarjono Lelono Putro, dan Kamajaya mencetuskan acara “Grebek Sudiro”. Acara ini awalnya merupakan sebuah acara kampung yang digelar untuk mengangkat nama Sudiroprajan, sebuah kampung Tionghoa di Kota Solo. Dalam tradisi ini berbagai kesenian ditampilkan, mulai dari Barongsai Liong, hingga Jaran Kepang, dihadirkan dalam bentuk karnaval. “Grebek Sudiro” juga menyajikan gunungan yang dibagikan kepada masyarakat yang datang. Di sana biasanya masyarakat yang hadir akan memperebutkan kue keranjang yang dibagikan.
Di Bogor juga terdapat Bogor Street Festival Cap Go Meh yang kerap dilaksanakan di Jalan Suryakencana. Dalam acara tersebut terdapat parade Barongsai dan berbagai tarian tradisional. Di sana juga terdapat wisata kuliner yang terdapat di beberapa tempat kuliner legendari di Bogor. Kemeriahannya bukan hanya menarik minat masyarakat, tapi juga wisatawan yang berkunjung ke Bogor.
Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta juga merupakan sebuah tradisi Imlek yang kerap menjadi perhatian masyarakat. Beragam aktvitas budaya yang menarik digelar berpusat di Kampung Pecinan Ketandan. Di sana dilaksanaka pagelaran senin dan budaya, berbagai lomba, pameran, bazar, hingga pentas seni, serta sajian kuliner khas.
No Responses