Trenbisnis – Petisi menolak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen terus mendapatkan dukungan luas di platform Change.org. Hingga Jumat (20/12/2024), lebih dari 147 ribu tanda tangan telah terkumpul untuk mendesak pemerintah membatalkan kebijakan yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025 ini.
Kenaikan PPN dari 10 persen ke 12 persen dalam kurun waktu kurang dari lima tahun diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, banyak pihak mengkhawatirkan dampak ekonomi yang ditimbulkan, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Dalam petisi bertajuk “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!”, diungkapkan bahwa kenaikan ini berpotensi memicu lonjakan harga barang dan jasa, menurunkan daya beli, hingga meningkatkan angka pengangguran.
Petisi juga menyoroti kesenjangan pendapatan dan rendahnya upah minimum provinsi (UMP), yang dinilai belum cukup memenuhi kebutuhan hidup layak. Baca Juga: Kenaikan PPN 12 Persen: Alasan Pemerintah Enggan Batalkan Kebijakan Selain itu, data BPS menunjukkan tren pelemahan daya beli sejak Mei 2024, yang berisiko semakin memburuk dengan kenaikan PPN. Hal ini juga dianggap dapat mengganggu stabilitas sektor industri, yang sudah menghadapi tantangan berat akibat persaingan impor.
Pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi, seperti diskon tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga tertentu dan insentif bagi industri padat karya. Namun, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menilai stimulus ini masih kurang efektif untuk menopang daya beli masyarakat yang lemah. Selain itu, Faisal menekankan perlunya perlindungan terhadap produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan barang impor, termasuk yang masuk secara ilegal.
“Dampaknya bukan hanya melemahkan industri lokal, tetapi juga berpotensi meningkatkan pemutusan hubungan kerja (PHK),” ujarnya. Baca Juga: Kenaikan PPN 12 Persen: Dampak dan Kontroversi Kebijakan Pajak Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk mendukung prinsip keadilan dan gotong royong. Ia juga menekankan pentingnya perlindungan bagi masyarakat yang kurang mampu, termasuk melalui berbagai bantuan sosial. Meski demikian, tekanan dari masyarakat terus meningkat. Dengan semakin banyaknya tanda tangan petisi, pemerintah dihadapkan pada tuntutan besar untuk meninjau ulang kebijakan ini.