Silang Pendapat Media Nasional Terkait Regulasi Kerjasama Platform Digital Global
Kabar Plesir, Jakarta, Pasca mendengar keluhan belanja iklan dari sejumlah insan media nasional di Hari Pers Nasional pada Februari 2023 lalu, Presiden Jokowi mendorong Kementerian Kominfo dan Dewan Pers untuk bergerak cepat. Kedua Lembaga tersebut diminta untuk membahas regulasi terkait hak cipta penerbit media massa (publisher rights).
Industri media konvesional belakangan ini menghadapi sejumlah tantangan berat. Belum tuntas dampak disrupsi dan pandemi yang menghantam sejumlah media cetak, belanja iklan yang tergerus platform digital global menjadi tantangan terbaru media konvensional di era digital saat ini. Sebesar 60% belanja iklan disinyalir tergerus oleh media digital, khususnya platform digital asing.
Presiden meminta Dewan Pers Kementerian Kominfo merancang Peraturan Presiden Perpres) terkait kerjasama platform digital global dengan perusahan media. Hasilnya, pada Maret 2023, regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) ini bakal disahkan.
Saat ini rancangan Perpres itu sedang digodok oleh Kementerian Kominfo, Setneg, Kemenkumham, Dewan Pers dan sejumlah tokoh pers, termasuk dengan melibatkan perwakilan Platform Global di Indonesia.
Isu Perpres tersebut menjadi perdebatan hangat di kalangan sesama organisasi wartawan dan media, dewan pers, pemerintah, dan platform global. Sejumlah media online kecil yang selama ini didukung oleh Google, melalui AMSI memiliki pandangan yang berbeda tentang sejumlah pasal dalam Peraturan Presiden tersebut.
Sementara itu, sejumlah media nasional yang merasa dirugikan pemanfaatan hak cipta penerbit media massanya mendorong adanya regulasi terkait kerjasama dengan platform digital global. Media konvensional merasa pembagian pendapatan dengan platform global belum sesuai dengan nilai kontennya. Asumsinya, bila platform global membagikan 50 persen pendapatannya di Indonesia, maka sekitar 30 triliun yang akan diperoleh media-media konvensional di Indonesia.
Di sisi lain, platform digital global juga mempersoalkan konten mereka yang banyak digunakan oleh media mainstream nasional. Mereka menegaskan akan meminta bayaran terkait penggunaan kontennya.
Publisher rights adalah regulasi yang menuntut tanggung jawab platform digital global, seperti Google, Facebook, dan TikTok untuk memberikan nilai ekonomi atas konten berita yang diproduksi media lokal dan nasional.
Media akan mendapatkan semacam royalti atas konten-konten yang disebarluaskan platform digital global, seperti mesin pencari (Google dan Bing), media sosial (Facebook dan Twitter), serta news aggregator (Google News, Yahoo News) yang mengambil konten media tanpa ada bagi hasil.
Perpres yang sedang digodok saat ini akan mengatur bagaimana Platform Global seperti Google, FB, IG, TikTok dan lain-lain beroperasi di Indonesia. Dan yang terpenting bagi media nasional adalah keharusan Platform Global itu membagikan pendapatannya di Indonesia kepada media mainstream yang selama ini kontennya “diambil” atau dicuri oleh Platform Global.
Menurut Usman Kasong (Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo), jika Perpres publisher rights disahkan pada Maret 2023, maka Indonesia merupakan negara kedua yang secara progresif mengatur soal regulasi ini, setelah Australia. Sementara, Inggris saat ini masih berbentuk code of conduct, belum dalam bentuk Undang-Undang (UU). Kanada dan Amerika Serikat saat ini juga sedang membahas regulasi ini.
“Jadi kita ini kalau bisa dibilang, kalau punya regulasi ini nanti, negara progresif kedua barangkali yah, bisa mengatur platform global, setelah Australia,” ujar Usman.
Pasti jalan bagaimana setiap media mendapat “jatah” dari Platform Global itu masih panjang. Tapi setidaknya ini memastikan bahwa kue iklan nasional yang kata Pak Jokowi dirampas sekitar 60 persen oleh Platform Global itu, sebagiannya akan dibagi ke media mainstream yang kontennya selama ini dicuri oleh Platform Global. (Rar)
No Responses